Skip to main content

Kisah Kemuliaan Nabi : Ukasyah dan Rosul

Ukasyah Ibnu Muhsin dan Muhammad SAW

Dalam satu kesempatan usai shalat berjamaah di masjid, Rasulullah yang baru sembuh dari sakit berdiri di depan jamaahnya dan berkata, “Duhai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang, Siapakah di antara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah in i(nabi)? bangkitlah sekarang untuk mengambil qisas (pembalasan), jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik”. Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Nabi, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening saripati cinta. Tak akan rela sampai kapanpun, ada yang menyentuhnya meski hanya secuil jari kaki. Apapun akan digadaikan untuk membela Al-Musthafa (nabi)

Melihat semua terdiam, Nabi mengulangi lagi ucapannya, kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah ‘Ukasyah Ibnu Muhsin. “Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku” ucap ‘Ukasyah.

Mendengar ini Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putrinya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin cambuk yang dibawanya itu melecut tubuh Nabi yang baru saja sembuh.

Abu Bakar dan Umar bin Khattab maju ke depan dan berkata kepada Ukasyah, “Deralah kami sesukamu, pilihlah bagian mana saja yang kau inginkan. Jangan sekali-kali kau pukul Rasul…” Namun Rasulullah meminta keduanya duduk kembali dan membiarkan Ukasyah melanjutkan. Begitu pun ketika Ali bin Abi Thalib berdiri dan mengajukan dirinya untuk dikisas menggantikan baginda Nabi.


Ketika Rasulullah membuka gamisnya, maka terlihatlah tubuh indah nan mulia milik lelaki pilihan itu. Saat itulah Ukasyah membuang cambuk di tangannya dan melompat memeluk tubuh mulia itu. “Siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka”. Dengan tersenyum, Nabi berkata: “Ketahuilah duhai manusia, siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini”. Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah…

Comments

Popular Post

Prabu Aji Saka

Tersebutlah seorang pemuda sakti yang tinggal di desa Medang Kawit. Aji Saka namanya. Ia mempunyai dua pembantu yang sangat setia. Dora dan Sembada nama keduanya. Suatu hari Aji Saka berniat ke wilayah Medang Kamulan. Ia mendengar perilaku Raja Medang Kamulan yang bernama Prabu Dewata Cengkar yang sangat jahat. Prabu Dewata Cengkar gemar memangsa manusia. Setiap hari ia harus makan daging manusia. Patih Medang Kamulan yang bernama Jugul Muda harus sibuk mencari manusia untuk dipersembahkan kepada rajanya yang sangat kejam itu. Rakyat Medang Kamulan sangat ketakutan dan mereka memilih untuk mengungsi dari Medang Kamulan dibandingkan harus menjadi santapan Prabu Dewata Cengkar. Aji Saka berniat menghentikan kekejaman penguasa kerajaan Medang Kamulan yang gemar memakan manusia itu untuk selama-Iamanya. Dalam perjalanan menuju kerajaan Medang Kamulan, Aji Saka dan dua pembantunya tiba di daerah pegunungan Kendeng. Aji Saka meminta Sembada untuk tinggal di daerah itu dan menyerahkan k...

Orang Jawa di Suriname

  foto dari wikipedia Ada kisah menarik mengenai agama dan tradisi yang bisa kita pelajari di Suriname (Amerika Selatan). Negara bekas jajahan Belanda ini pada abad 19 dan 20 pernah mendatangkan kuli kontrak dari berbagai negara diantaranya dari Jawa, India, Cina dan Timur Tengah. Kurang lebih 33,000 orang Jawa Tengah dan Timur diangkut ke Suriname pada tahun 1890 - 1939 dengan janji manis bahwa mereka bisa menjadi kaya sepulangnya dari sana, padahal kenyataannya mereka menjadi kuli kontrak selama lima tahun di perkebunan tebu dan coklat. Setelah selesai masa kontrak orang-orang Jawa ini terlalu malu dan miskin untuk pulang dan akhirnya menetap disana dan saling menikah.

Ramalan Jayabaya yang Terbukti

Dalam perjalanan sejarah nusantara, nama Kediri tak bisa dipisahkan dari tokoh yang sangat terkenal dan melegenda, yakni Prabu Jayabaya yang bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudana Wataranindita Parakrama Digjayottunggadewanama Jayabhayalancana. Jayabaya adalah tokoh yang melahirkan kitab ramalan yang hingga kini masih dianggap memiliki 'tuah' dan dipercaya masih berlaku, yakni Jangka Jayabaya. Salah satu ramalan Jayabaya yang paling kesohor adalah soal para pemimpin negeri ini. Ramalan Jayabaya menyebut bahwa pemimpin Indonesia yang berarti presiden adalah No-To-No-Go-Ro.